DEWAN PENDIDIKAN
DAN
KOMITE SEKOLAH
Lembaga Non-Struktural Negara
LATAR BELAKANG
Demokratisasi kehidupan masyarakat Indonesia
memberikan otonomi seluas-luasnya kepada masyarakat. Melalui Undang-Undang
Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, pemerintah menggulirkan
kebijakan otonomi, termasuk otonomi pendidikan yang diperjelas melalui PP nomor
17 tahun 2010. Ini merupakan momentum bagi masyarakat untuk berpartisipasi
tidak saja dalam aspek manajemennya, lebih penting lagi adalah dalam memperkaya
muatan pendidikan dengan wacana kultural, sosial, agama, dan lain sebagainya
yang berkembang di lingkungan sekitarnya melalui Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah.
RUMUSAN
MASALAH
·
Apakah Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah?
·
Bagaimana proses terbentuknya?
·
Apakah Peran, Tugas, dan Fungsi Keberadaannya
di Indonesia?
DEWAN
PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH
Dewan Pendidikan merupakan badan yang bersifat mandiri,
tidak mempunyai hubungan hierarkis dengan satuan pendidikan maupun lembaga
pemerintah lainnya.
Komite
Sekolah merupakan forum pengambilan keputusan bersama antara sekolah dan
masyarakat dalam perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program
kerja yang dilakukan oleh sekolah.
Penyelenggaraan pendidikan memerlukan
dukungan masyarakat yang memadai.Dalam Pasal 188 (2) PP Nomor 17 Tahun 2010
tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan, peran serta masyarakat
telah dirumuskan sebagai berikut.Masyarakat menjadi sumber, pelaksana, dan
pengguna hasil pendidikan. Oleh karena itu, masyarakat mempunyai peran
dalam bentuk (a) penyediaan sumber daya pendidikan, (b) penyelenggaraan satuan
pendidikan, (c) penggunaan hasil pendidikan, (d) pengawasan penyelenggaraan
pendidikan, (e) pengawasan pengelolaan pendidikan, (f) pemberian pertimbangan
dalam pengambilan keputusan yang berdampak pada pemangku kepentingan pendidikan
pada umumnya; dan/atau (g) pemberian bantuan atau fasilitas kepada satuan
pendidikan dan/atau penyelenggara satuan pendidikan dalam menjalankan fungsinya.
Cukup banyak dan beragam kemungkinan peran yang dapat ditunaikan oleh
masyarakat dalam urusan pendidikan.
Siapa
masyarakat siapa saja yang akan melaksanakan peran yang begitu berat tersebut?
Pertanyaan ini dapat dijawab dalam rumusan Pasal 188 (1) bahwa ”Peran serta
masyarakat meliputi peran serta perseorangan, kelompok, keluarga, organisasi
profesi, pengusaha, dan organisasi kemasyarakatan dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu pelayanan pendidikan”. Bahkan dalam Pasal 188 (4) dinyatakan
bahwa peran serta masyarakat secara khusus dapat disalurkan melalui dewan
pendidikan tingkat nasional, dewan pendidikan tingkat provinsi, dewan
pendidikan tingkat kabupaten/kota, komite sekolah, dan atau organ representasi
pemangku kepentingan satuan pendidikan. Itulah sebabnya, dewan pendidikan,
mulai dari dewan pendidikan tingkat nasional, provinsi, sampai dengan
kabupaten/kota, serta komite sekolah diposisikan menjadi wadah peran serta
masyarakat yang paling dominan untuk meningkatkan mutu layanan pendidikan.
Sebagai langkah alternatif
dalam mengupayakan dukungan masyarakat untuk sektor pendidikan ini adalah
dengan menumbuhkan keberpihakan yang bermutu, mulai dari pimpinan negara,
sampai aparat yang paling rendah. termasuk masyarakat yang bergerak dalam sektor
swasta dan industri. Keberpihakan konkret itu perlu disalurkan secara
politis menjadi suatu gerakan bersama (collective action) yang diwadahi Dewan
Pendidikan yang berkedudukan di kabupaten/kota dan komite Sekolah ditingkat
satuan pendidikan.
Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah terbentuk atas Kepmendiknas Nomor 044/U/2002
tentang Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah. Salah satu landasan hukum yang
melahirkan Kepmendiknas tersebut antara lain adalah UU Nomor 25 Tahun
2000 tentang Program Pembangunan Nasional Tahun 2001 – 2005. Bab VII tentang
Pendidikan dalam UU tersebut, antara lain mengamanatkan bahwa untuk
melaksanakan desentralisasi bidang pendidikan perlu dibentuk ”dewan sekolah” di
setiap kabupaten/kota, yang kemudian lebih dikenal dengan nama generik ”dewan
pendidikan”. Kemudian di setiap satuan pendidikan dibentuk “komite
sekolah/madrasah”.
Desentralisasi
yang didasarkan kepada UU Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.Hampir
semua urusan pemerintahan di negeri ini telah diserahkan sepenuhnya kepada
pemerintah daerah kabupaten/kota, kecuali tiga urusan, yakni urusan politik
luar negeri, keuangan, dan agama.
Dengan demikian, pendidikan termasuk urusan
yang diserahkan kepada pemerintah daerah kabupaten/kota.Oleh karena itu, untuk
melaksanakan urusan dalam bidang pendidikan, komponen masyarakat tidak boleh
tidak harus diajak bicara, harus ikut dilibatkan, mulai dari memberikan masukan
dalam perencanaan dan juga dalam pengawasan dan penilaian program pendidikan.
Itulah sebabnya dalam pelaksanaan urusan pendidikan, Kementerian Pendidikan
Nasional, termasuk Dinas Pendidikan Provinsi dan Dinas Pendidikan
Kabu-paten/Kota harus melibatkan komponen masyarakat sebagai mitra kerja sama.
Termasuk satuan pendidikan, kepala sekolah juga harus menjalin hubungan dan
kerja sama dengan komponen masyarakat yang bergabung dalam komite
sekolah/madrasah.
Peran dewan pendidikan
Fungsi Dewan Pendidikan dilakukan dengan tiga
peran, yaitu (1) memberikan pertimbangan, yang dalam Buku Panduan Umum Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah disebut peran advisory agency atau
badan yang memberikan pertimbangan, (2) memberikan arahan dan dukungan tenaga,
sarana dan prasarana, yang di dalam Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah disebut sebagai suporting agency atau badan
yang memberikan dukungan, serta (3) melakukan pengawasan pendidikan, sekali
lagi yang dalam Buku Panduan Umum Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah dikenal
dengan controlling agency atau badan yang melakukan
pengawasan.
Fungsi
Dewan Pendidikan
Peran
itu dijalankan dengan beberapa fungsi, Dalam Pasal 192 (2) PP Nomor 17 Tahun
2010 dengan tegas dijelaskan bahwa ”Dewan Pendidikan berfungsi dalam
peningkatan mutu pelayanan pendidikan dengan memberikan pertimbangan, arahan
dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana, serta pengawasan pendidikan pada tingkat
nasional, provinsi, dan kabupaten/kota”. Fungsi ini dijabarkan bahwa Dewan
Pendidikan dan Kornite Sekolah memiliki fungsi mendorong tumbuhnya perhatian
dan komitmen masyarakat terhadap penyelenggaraan pendidikan yang bermutu. Badan
itu juga melakukan kerja sama dengan masyarakat, baik perorangan maupun
organisasi, dunia usaha dan dunia industri, pemerintah, dan DPRD berkenan
dengan penyelenggaraan pendidikan bermutu. Fungsi lainnya adalah menampung dan
menganalisis aspirasi, pandangan, tuntutan, dan berbagai kebutuhan pendidikan
yang diajukan oleh masyarakat.Tampak jelas bahwa rumusan Pasal 192 (2) PP Nomor
17 Tahun 2010 merupakan penjabaran dari Pasal 56 (3) UU Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional, yang di dalam Panduan Umum Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah disebutkan sebagai peran dan fungsi Dewan Pendidikan dan
Komite Sekolah.
Di
samping itu, fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah memberikan
masukan, pertimbangan dan rekomendasi kepada pernerintah daerah/DPPD dan kepada
satuan pendidikan mengenai kebijakan dan program pendidikan; kriteria kinerja
daerah dalam bidang pendidikan, kriteria tanaga kependidikan, khususnya
guru/tutor dan kepala satuan pendidikan; kriteria fasilitas pendidikan; dan
hal-hal lain yang terkait dengan pendidikan.
Terakhir
fungsi Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah adalah mendorong orang tua dan
masyarakat berpartisipasi dalam pendidikan dan menggalang dana masyarakat dalam
rangka pembiayaan penyelenggaraan pendidikan di satuan pendidikan.
Dan secara tegas, Pasal 192 (3) dinyatakan
bahwa Dewan Pendidikan menjalankan fungsinya secara mandiri dan profesional,
dalam arti tidak dapat dipengaruhi dan diitervensi oleh pihak lain, termasuk
oleh unsur birokrasi pendidikan.
Tugas Dewan Pendidikan
Dalam
PP Nomor 17 Tahun 2010 dijelaskan dengan lebih gamblang bahwa Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah mempunyai fungsi memberikan pertimbangan kepada birokrasi
pendidikan. Pelaksanaan fungsi ini tidak akan dapat dilakukan jika Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah tidak memiliki data dan informasi atau bahan yang
digunakan untuk memberikan pertimbangan itu. Oleh karena itu, dalam Pasal 192
(4) dijelaskan tentang tugas untuk memperoleh data dan informasi yang akan
diserahkan sebagai bahan pertimbangan. Pasal ini menyebutkan bahwa: ”Dewan
Pendidikan bertugas menghimpun, menganalisis, dan memberikan rekomendasi kepada
Menteri, gubernur, bupati/walikota terhadap keluhan, saran, kritik, dan
aspirasi masyarakat terhadap pendidikan”. Dalam ayat berikutnya, Pasal 192 (5)
disebutkan bahwa ”Dewan Pendidikan melaporkan pelaksanaan tugas sebagaimana
dimaksud pada Pasal 192 (4) kepada masyarakat melalui media cetak, elektronik,
laman, pertemuam, dan/atau bentuk lain sejenis sebagai pertanggungjawaban
publik”.
Ketentuan Pasal 192 (5) tentang laporan
pertang-gungjawaban publik kepada masyarakat untuk akuntabilitas harus dibuat
secara tertulis, dan laporan pertanggungjawaban itu disampaikan kepada
masyarakat melalui media cetak, elektronik, laman (website), pertamuan, atau
bentuk lainnya.
PEMBENTUKAN
DEWAN PENDIDIKAN
Keanggotaan
Anggota Dewan Pendidikan terdiri atas unsur
masyarakat dan dapat ditambah dengan unsur birokrasi/legislatif. Unsur
masyarakat dapat berasal dari Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) bidang
pendidikan; tokoh masyarakat (Ulama, budayawan, pemuka adat, dll); anggota
masyarakat yang mempunyai perhatian pada peningkatan mutu pendidikan atau yang
dijadikan figur di daerah: tokoh dan pakar pendidikan yang mempunyai perhatian
pada peningkatan mutu pendidikan; yayasan penyelenggara pendidikan (sekolah,
luar sekolah, madrasah, pesantren); dunia usaha/industri/asosiasi profesi
(pengusaha industri, jasa, asosiasi, dan lain-lain); organisasi profesi tenaga
kependidikan (PGRI, ISPI, dan lain-lain); dan perwakilan dari KomiteSekolah
yang disepakati. Unsur birokrasi.misalnya dari unsur dinas pendidikan setempat
dan dan unsur legislatif yang membidangi pendidikan, dapat diiibatkan sebagai
anggota Dewan Pendidikan maksimal 4-5 orang. Jumlah anggota Dewan
Pendidikan berjumlah 25 orang dan jumlahnya harus gasal Syarat-syarat,
hak dan kewajiban, serta masa bakti keanggotaan Dewan Pendidikan ditetapkan di
dalam AD/ART.
Kepengurusan
Pengurus
Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah ditetapkan berdasarkan AD/ART yang
sekurang-kurangnya terdiri alas seorang ketua, sekretaris, bendahara.Apabila
dipandang perlu, kepengurusan dapat dilengkapi dengan bidang-bidang tertentu
sesuai kebutuhan.Selain itu dapat pula diangkat petugas khusus yang menangani
administrasi.
Pengurus dewan dipilih dari dan oleh anggota
secara demokratis.Khusus jabatan ketua Dewan Pendidikan bukan berasal dari
unsur pemerintahan daerah dan DPRD dan ketua Komite Sekolah bukan berasal dari
kepala satuan pendidikan. Syarat-syarat, hak, dan kewajiban, serta masa bakti
kepengurusan Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah ditetapkan di dalam AD/ART
Unsur-Unsur yang dapat menjadi pengurus Dewan Pendidikan dijelaskan dalam Pasal 192 (6), yakni sebagai berikut: (a) pakar pendidikan, (b) penyelenggara pendidikan, (c) pengusaha, (d). organisasi profesi, (e) pendidikan berbasis kekhasan agama atau sosial-budaya; dan (f) pendidikan bertaraf internasional, (g) pendidikan berbasis keunggulan lokal; dan/atau (h) organisasi sosial kemasyarakatan.
Pembentukan
Pembentukan
Dewan Pendidikan den Komite Sekolah harus dilakukan secara transparan,
akuntabel, dan demokratis. Dilakukan secara transparan adalah bahwa Kornite Sekolah
harus dibentuk secara terbuka dan diketahui oleh masyarakat secara luas mulai
dari tahap pembentukan panitia persiapan, proses sosialisasi oleh panitia
persiapan, kriteria calon anggota, proses seleksi calon anggota, pengumuman
calon anggota, proses pemilihan, dan penyampaian hasil pemilihan dilakukan
secara akuntabel adalah bahwa panitia persiapan hendaknva menyampaikan laporan
pertanggungjawaban kinerjanya maupun penggunaan dana kepanitiaan. Dilakukan
secara demokratis adalah bahwa dalam proses pemilihan annggota dan pengurus
dilakukan dengan musyawarah mufakat. Jika dipandang perlu permilihan anggota
dan pengurus dapat dilakukan melalui pemungutan suara.
Pembentukan
Dewan Pendidikan dan Kornite Sekolah diawali dengan pembentukan panitia
pesiapan yang dibentuk, oleh kepala satuan pendidikan dan/atau oleh masyarakat.
Panitia persiapan berjumlah sekurang-kurangnya 5 (lima) orang yang terdiri atas
kalangan praktisi pendidikan (seperti guru, kepala satuan pendidikan,
penyelenggara pendidikan, pemerhati pendidikan (LSM peduli pendidikan, tokoh
masyarakat, tokoh agama, dunia usaha dan industri), dan orang tua peserta
didik.
Dalam
PP Nomor 17 Tahun 2010 juga disebutkan tentang proses rekrutmen pengurus Dewan
Pendidikan Nasional, Dewan Pendidikan Provinsi, Dewan Pendidikan Kabupaten/
Kota, dan Komite Sekolah. Jumlah anggota pengurus Dewan Pendidikan Nasional
paling banyak 15 orang, Dewan Pendidikan Provinsi paling banyak 13 orang, Dewan
Pendidikan Kabupaten/Kota paling banyak 11 orang, dan untuk Komite Sekolah paling
banyak 15 orang.
Proses
pembentukan dan pemilihan pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga
dijelaskan dalam beberapa pasal dalam PP Nomor 17 Tahun 2010 tersebut, yakni
dilakukan oleh Panitia Pemilihan yang dibentuk untuk itu. Panitia Pemilihan
melakukan rekruitmen sebanyak dua kali jumlah calon pengurus yang akan
ditetapkan. Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan Nasional memilih dan mengajukan
30 orang calon pengurus kepada Menteri Pendidikan Nasional untuk kemudian
Menteri Pendidikan Nasional menetapkan SK Dewan Pendidikan Nasional.Demikian
juga, Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan Provinsi memilih dan mengajukan 26
orang calon pengurus kepada gubernur untuk kemudian gubernur menetapkan SK
Dewan Pendidikan Provinsi.
Panitia Pemilihan Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota
memilih dan mengajukan 22 orang calon pengurus kepada bupati/walikota untuk
kemudian bupati/walikota menetapkan SK Dewan Pendidikan Kabupaten/Kota. Hal
yang sama, Panitia Pemilihan Komite Sekolah memilih dan mengajukan 30 orang calon
pengurus Komite Sekolah, untuk kemudian kepala sekolah menetapkan SK Komite
Sekolah. Lebih dari itu, proses rekrutmen yang dilakukan untuk Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah harus diumumkan secara terbuka melalui medie cetak,
elektronik, dan laman.
Tampak
dalam ketentuan bahwa jumlah pengurus Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah
adalah berjumlah gasal, dengan maksud agar bisa dilakukan pengungutan suara
dalam proses pengambilan keputusan, termasuk dalam pemilihan pengurus Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah, khususnya ketua dan sekretaisnya, setelah proses
pemilihan secara mufakat tidak dapat dilakukan.
Selain itu,
khusus untuk pemilihan pengurus Dewan Pendidikan Nasional, Provinsi, dan
Kabupaten/ Kota, proses pengusulan calon pengurus tersebut harus mendapatkan
persetujuan dari (a) organisasi profesi pendidik, (b) organisasi profesi lain,
atau (c) organisasi kemasyarakatan.
ANGGARAN
DEWAN PENDIDIKAN DAN KOMITE SEKOLAH
Satu
aspek yang banyak ditanyakan adalah tentang sumber dana atau anggaran Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah. Selama ini, Dewan Pendidikan melaksanakan
kegiatan operasionalnya dengan dana subsidi dari pemerintah pusat dan sebagian
juga berasal dari anggaran dari pemerintah daerah provinsi dan kabupaten/kota.
Bahkan, pada tahun ini subsidi stimulan Dewan Pendidikan pun tidak diberikan
lagi karena alasan keterbatasan anggaran. Dalam aspek anggaran ini, PP Nomor 17
Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan menyebutkan pada
Pasal 192 (13) bahwa ”Pendanaan dewan pendidikan dapat bersumber dari (a)
pemerintah, (b) pemerintah daerah, (c) masyarakat, (d) bantuan pihak asing yang
tidak mengikat, dan/atau (e) sumber lain yang sah. Sumber dana tersebut juga
secara eksplisit disebutkan untuk komite Sekolah.
Sangat disayangkan, ketentuan tentang
anggaran ini telah menggunakan ”pasal karet” yang tertulis ”dapat bersumber”.
Kalimat hukum seperti itu seyogyanya tidak digunakan. Pasal dengan nada yang mengharuskan
saja belum tentu dilaksanakan secara bertanggung jawab, apalagi dengan kata
”dapat”. Selain itu, perihal sumber anggaran ini sebenarnya secara eksplisit
perlu disebutkan sumber anggaran yang selama ini telah ikut menghidupi Dewan
Pendidikan, yakni dari DUDI (dunia usaha dan dunia industri), khususnya dari
sumber dana yang dikenal dengan CSR (corporate social responsibility).
Dalam hal ini, perusahaan memiliki kewajiban untuk menyisihkan sedikit
keuntangannya untuk kepentingan masyarakat, termasuk kepentingan pendidikan.
Beberapa Dewan Pendidikan sudah mulai melaksanakan kerja sama dengan DUDI ini,
dan beberapa di antaranya sudah berhasil.
LARANGAN DAN PENGAWASAN
Dalam
PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan Penyelenggaraan Pendidikan ini
juga terdapat ketentuan tentang larangan dan pengawasan. Kegiatan apa saja yang
tidak boleh dilakukan oleh Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah.Dewan pendidikan
dan/atau komite sekolah/madrasah, baik perseorangan maupun kolektif, dilarang:
1. menjual
buku pelajaran, bahan ajar, perlengkapan bahan ajar, pakaian seragam, atau
bahan
pakaian seragam di satuan pendidikan;
2. memungut
biaya bimbingan belajar atau les dari peserta didik atau orang tua/walinya di
satuan pendidikan;
3. mencederai
integritas evaluasi hasil belajar peserta didik secara langsung atau tidak
langsung;
4. mencederai
integritas seleksi penerimaan peserta didik baru secara langsung atau tidak
langsung; dan/atau
5. melaksanakan
kegiatan lain yang mencederai integritas satuan pendidikan secara langsung atau
tidak langsung.
Larangan
ini harus dimaknai sebagai upaya untuk menjauhkan diri dari kemungkinan Dewan
Pendidikan dan Komite Sekolah ikut-ikutan menumbuh suburkan praktik korupsi dan
KKN dalam pelaksanaan peran dan tugasnya untuk meningkatkan layanan pendidikan.Jangan
sampai terjadi karena dengan alasan untuk melaksanakan peran dan tugasnya, lalu
Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah juga melakukan cara-cara yang penuh nuansa
koruptif dan KKN tersebut.
Malahan, kita memperhatikan bahwa Dewan
Pendidikan lebih diposisikan sebagai agen pengawasan yang andal. Oleh karena
itu Pasal 199 (1) menyebutkan bahwa: ”Pengawasan pengelolaan dan
penyelenggaraan pendidikan dilakukan oleh Pemerintah, pemerintah daerah, dewan
pendidikan dan komite sekolah/madrasah”. Bahkan, pengawasan itu meliputi dua
aspek penting, yakni pengawasan administratif dan pengawasan dari segi teknis
edukatif yang dilaksanakan sesuai dengan ketentuan dan perundang-undangan yang
berlaku. Sudah barang tentu, pengawasan yang dilakukan oleh Dewan Pendidikan
dan Komite Sekolah bukanlah sebagai pengawasan fungsional, sebagaimana yang
harus dilakukan oleh BPK, BPKP, Inspektorat Jenderal, maupun pengawas
fungsional yang lain di tingkat daerah. Pengawasan yang dilakukan oleh Dewan
Penididkan dan Komite Sekolah adalah jenis pangawasan sosial atau masyarakat.
Namun demikian, Dewan Pendidikan dan Komite Sekolah bisa saja meminta kepada
lembaga independent auditor untuk membantu tugas Dewan Pendidikan dan Komite
Sekolah, atas nama wadah peran serta masyarakat.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Dewan Pendidikan merupakan badan yang bersifat mandiri,
tidak mempunyai hubungan hierarkis
dengan satuan pendidikan maupun lembaga pemerintah lainnya.
Komite
Sekolah merupakan forum pengambilan keputusan bersama antara sekolah dan
masyarakat dalam perencanaan, implementasi, monitoring, dan evaluasi program
kerja yang dilakukan oleh sekolah.
Awal
pembentukannya melalui Pasal 188 (2) PP Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan
dan Penyelenggaraan Pendidikan
Dewan pendidikan maupun Komite Sekolah dinilai
sangat penting dan berpengaruh terhadap peran serta masyarakat di bidang
pendidikan masyarakat sendiri harus ikut dilibatkan, mulai dari
memberikan masukan dalam perencanaan dan juga dalam pengawasan dan penilaian
program pendidikan karena akibat dari desentralisasi yang mengakibatkan
pengawasan, pengelolaan dan penyelenggaraan pendidikan adalah kewenangan di
tiap daerah. Seperti dalam Pasal 192 (4) dijelaskan tentang tugas dewan
pendidikan yaitu untuk memperoleh data dan informasi yang akan diserahkan
sebagai bahan pertimbangan. Pasal ini menyebutkan bahwa: ”Dewan Pendidikan
bertugas menghimpun, menganalisis, dan memberikan rekomendasi kepada Menteri,
gubernur, bupati/walikota terhadap keluhan, saran, kritik, dan aspirasi masyarakat
terhadap pendidikan”
SARAN
Dewan Pendidikan sampai
saat ini masih kurang efektif dalam hal tugasnya yang hanya menghimpun,
menganalisis dan memberikan rekomendasi kepada pemerintah di daerah, seharusnya
Dewan Pendidikan tidak hanya di berikan wewenang untuk menghimpun informasi dan
menyampaikannya kepada pemerintah, tetapi juga seharusnya Dewan Pendidikan di
beri wewenang untuk menyalurkannya secara nyata dan diberikan anggaran agar
segala keluhan dari masyarakat dapat di tanggapi secara cepat oleh Dewan
Pendidikan
DAFTAR PUSTAKA
Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional
Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah
Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 tentang Pengelolaan dan
Penyelenggaraan Pendidikan
Comments
Post a Comment