Pendidikan Nasionalisme sebagai Pencegah Konflik SARA di Masyarakat (Perspektif kasus Tanjung Balai)


Nasionalisme adalah suatu sikap politik dari masyarakat suatu bangsa yang mempunyai kesamaan kebudayaan, dan wilayah serta kesamaan cita-cita dan tujuan, dengan demikian masyarakat suatu bangsa tersebut merasakan adanya kesetiaan yang mendalam terhadap bangsa itu sendiri.

Jika dilihat dari pengertian nasionalisme tersebut memang nasionalisme sangat berperan untuk mencegah terjadinya konflik sara yang bisa berujung kepada runtuhnya kebhinekaan yang ada di Indonesia. Namun yang jadi masalah masyarakat di Indonesia seperti masih menjadi negara primordial yang artinya berlandaskan pada kesukuuan. Rasa nasionalisme sebagai suatu bangsa seperti hilang dan hanya mementingkan kesukuan saja, seperti konflik berdasarkan kesukuan yang pernah terjadi di Kalimantan antara suku dayak dan suku Madura. Selain itu ada konflik sara yang berlandaskan kepada keagamaan, seperti di tolikara dan di tanjung balai.

Kejadian di Tanjung Balai bermula ketika seseorang waga tionghoa menegur nazir Masjid Al Makhsum yang ada di Jalan Karya dengan maksud agar mengecilkan volume mikrofon yang ada di masjid, namun sayangnya banyak warga muslim yang tidak terima terutama dari ormas ormas yang sedikit radikal dan justru pada akhirnya mereka datang ke vihara dan mengakibatkan perusakan rumah ibadah.

Kasus Tanjung Balai merupakan peluit peringatan yg sangat keras buat bangsa ini dan semua jajaran pemerintahan di pusat dan daerah. Pilihan kita adalah berpihak pada kesatuan dan persatuan bangsa. Tetapi negara harus menegakkan hukum terhadap siapapun yang terbukti merusaknya.

Oleh karena itu, dalam menangani kasus konflik SARA terutama yang terjadi di Tanjung Balai, Suamtera Utara, sebaiknya pemerintah dan aparat, setelah berhasil menghentikan konflik tersebut, juga mencari akar permasalahan terjadinya konflik dan berusaha memecahkan akar permasalahan agar dapat melakukan pencegahan untuk tidak terjadi lagi di kemudian hari hal seperti itu .

Bisa dibilang bahwa akar permasalahan dalam konflik SARA yang terjadi di tanjung balai terdapat 3 faktor, yakni munculnya ormas yang radikal. Sentimen masyarakat yang tinggi terhadap tionghoa dan agama menjadi faktor penting dalam masyarakat. Mungkin saya akan membahasnya satu persatu.

1.      1. Munculnya ormas yang radikal
              Ormas-ormas radikal ini terutama membenarkan apa yang dilakukannya berdasar atas agama yang membuat ormas-ormas seperti ini mudah sekali memiliki massa yang cukup banyak, walaupun sebenarnya menurut saya ormas nya sendiri tidak radikal melainkan hanya ada beberapa oknum di dalam ormas tersebut yang radikal sehingga membuat beberapa anggota ormas yang lain tersulut emosi juga di kasus Tanjung Balai ini.

2.      2. Sentimen masyarakat yang tinggi terhadap tionghoa
         Sudah bukan hal aneh lagi memang jika orang-orang tionghoa menguasai berbagai sector perekonomiannya sehingga banyak orang tionghoa yang memiliki kekayaan yang banyak sehingga menimbulkan rasa kebencian yang tinggi kepada etnis tionghoa, selain itu perspektif masyarakat banyak yang menyebutkan jika tionghoa adalah komunis pun menambah rasa kebencian terhadap etnis tionghoa. Maka tak heran jika kasus di Tanjung Balai ini masyarakat yang sudah benci terhadap etnis tionghoa melakukan pembakaran dan perusakan vihara.

3.      3. Agama menjadi faktor penting dalam masyarakat
           Dalam survey dari The Independent menyatakan bahwa negara Indonesia menempati urutan ke 3 dalam hal agama dinilai sangat penting bagi kehidupan masyarakat yakni dengan 95%. Hal ini juga yang harus di cegah oleh pemerintah Indonesia karena dengan poin no 3 ini akan sangat mudah menumbuhkan paham radikal yang dilakukan oleh para teroris untuk merusak disintegrasi bangsa Indonesia. Seperti halnya melakukan bunuh diri dengan mengatasnamakan agama atau bahkan berusaha mendirikan negara berdasar pada prinsip agama seperti kekhalifahan yang sudah dilakukan oleh ormas islam yang justru membahayakan bagi Indonesia karena mengancam kebhinekaan negara indonesia.

Maka dari itu jika diambil kesimpulan bahwa masyarakat Indonesia saat ini harus dididik untuk memiliki jiwa nasionalisme yang besar sebagai suatu bangsa. Karena ancaman disintegrasi bangsa akan sangat besar jika masyarakat kita sendiri sudah kehilangan identitas diri sebagai suatu bangsa. Mengingat bahwa kita terdiri dari berbagai macam suku dan bangsa dan saya harap teori yang di kemukakan Samuel P. Huttington tentang Clash of Civilization bahwa penyebab konflik besar yang akan terjadi pasca perang dingin berdasarkan pada agama dan budaya tidak akan terjadi di Indonesia.
Oleh karena itulah paham nasionalisme dapat mencegah konflik SARA di kemudian hari karena jika dihayati dan diamalkan oleh setiap warga negara maka akan terbangun rasa cinta tanah air, kita juga perlu mendefinisikan kembali masa depan kebangsaan dan demokrasi Indonesia yang menghargai keberagaman dalam berbagai perbedaan sekaligus menumbuh kembangkan rasa persatuan dan kesatuan dalam bingkai kebhinekaan di bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia.


REFERENSI

https://www.merdeka.com/peristiwa/kronologi-kerusuhan-sara-di-tanjungbalai-versi-polisi.html

Comments