Yoshizumi lahir dan tumbuh besar di Oizumi-Mura Nishitagawa, Jepang. Pada tahun 1911 adalah awal mula Yoshizumi tiba di Indonesia, ketika tiba di Indonesia ia menyamar sebagai pekerja di toko milik anggota keluarganya sendiri yakni Toko San'yo. Setelah itu ia terjun ke dunia bisnis agar dapat membangun banyak relasi di pulau Jawa dan luar Jawa.
Tahun 1935, Yoshizumi berperan sebagai wartawan di media cetak Nichiran
Shogyo Shinbun. Media cetak ini sempat diprotes keras oleh pemerintah
Hindia Belanda karena mengkampanyekan 'Jepang saudara tua' serta 'Asia untuk
Asia'.
Pasca penggabungan media cetak Nichiran Shogyo Shinbun dengan Jawa
Nippo, Yoshizumi menulis di koran tersebut hingga membentuk persatuan
orang-orang Jepang yang ada di Hindia Belanda.
Pada awal tahun 1941, ia dideportasi kembali ke Jepang oleh pemerintah
Hindia Belanda akibat dari aktifitas jurnalismenya yang meresahkan. Namun tak
lama kemudian ia dipanggil oleh Angkatan
Laut Jepang (Kaigun) dan Yoshizumi dipekerjakan kembali di daerah Selatan
termasuk Indonesia..
Yoshizumi sempat ditangkap oleh Hindia Belanda satu hari setelah perang
pasifik meletus karena di dakwa sebagai mata-mata jepang di Hindia Belanda dan
harus menjalani penahanan ketat di Australia. Namun dari sinilah awal mula
Yoshizumi berubah yang tadinya seorang sayap kanan nasionalis jepang menjadi
seorang marxis (menurut sahabat Yoshizumi, Shigetada Nishijima).
Tahun 1942 Yoshizumi lepas dari tahanan karena pertukaran tawanan antara
sekutu dan jepang, kemudian Yoshizumi bergabung dengan Kaigun Bukanfu dan
berkantor di Jakarta yang di pimpin oleh Laksamana Maeda, bahkan Yoshizumi
menjadi seorang penasihat yang paling otoritatif/berwibawa bagi militer jepang.
Walaupun Yoshizumi tergabung dalam Kaigun, Yoshizumi sangat bersimpati
terhadap kaum nasionalis kiri, apalagi ketika Jepang berjanji akan memberikan
kemerdekaan bagi Indonesia pada September 1944. Yoshizumi sering memberikan
bantuan terhadap usaha kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, Yoshizumi sering khawatir karena Jepang baru saja
kalah pada perang dunia ke 2 dan gelisah mencemaskan masa depannya sebagai
orang jepang. Banyak serdadu jepang yang kembali ke negaranya dan tidak sedikit
pula serdadu jepang di Indonesia yang memilih mengakhiri hidupnya dengan cara hara
kiri, namun karena Yoshizumi telah cinta dengan Indonesia, ia justru memilih
untuk minta di baiat menjadi orang Indonesia oleh Tan Malaka, Yoshizumi
akhirnya di beri nama Indonesia “Arif”. Awal mula bertemu nya Yoshizumi dengan
Tan Malaka adalah ketika berada di rumah Ahmad Subardjo. Kebetulan Ahmad
Subardjo adalah teman sekantornya di Kaigun Bukanfu. Di rumah ahmad subardjo
inilah Yoshizumi sering berdiskusi dengan Tan Malaka.
Selanjutnya setelah di baiat menjadi orang Indonesia Yoshizumi mulai
berjuang untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia, Yoshizumi terlibat
langsung dalam membentuk laskar bersenjata kaum nasionalis di Banten bersama
Tan Malaka. Pembentukan laskar bersenjata di Banten ini bertujuan agar dapat
mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Belanda, karena sebelumnya
ia mendengar kabar bahwa belanda akan menyerang Indonesia kembali.
Nah karena pembentukan laskar ini membutuhkan dana yang cukup banyak maka
Yoshizumi pun mencuri barang-barang di gudang kantor kaigun bukanfu, hasil
barang curiannya tersebut di jual di pasar gelap, dana yang terkumpul tersebut
di berikan kepada Tan Malaka untuk digunakan sebagai dana perang gerilya di
Banten.
Setelah itu Yoshizumi pergi ke Surabaya untuk mengorganisir buruh galangan
kapal PT PAL, Surabaya, agar mendirikan pabrik dan bengkel senjata untuk
didistribusikan kepada pejuang-pejuang Indonesia di garis depan. Bahkan di
tahun 1946, ketika meninjau pabrik dan bengkel senjata itu, Bung Karno
terkagum-kagum.
Selanjutnya Yoshizumi mengorganisir eks serdadu Jepang dan
berkumpul di Blitar, Jawa Timur untuk membuat satu pasukan demi mempertahankan
kemerdekaan Indonesia. Pasukan ini akhirnya terdiri dari 28 eks tentara jepang
dan akhirnya membentuk Pasukan Gerilya Istimewa (PGI) pada 24 Juli 1948. Arif
Tomegoro Yoshizumi menjadi komandan dalam pasukan gerilya tersebut. Pasukan ini
beroperasi di Dampit, Malang Selatan dan Wlingi, Blitar. PGI pun cukup
disegani oleh Belanda karena operasinya yang terselubung meski anggotanya hanya
28 orang saja.
Tidak lama setelah pendirian PGI yakni tanggal
10 Agustus 1948. Bung Arif atau Tomegoro Yoshizumi gugur di Blitar, Jawa Timur.
Ketika mempertahankan kemerdekaan Indonesia. Sepeninggal Tomegoro Yoshizumi
yang gugur dalam pertempuran, PGI bergabung dalam kesatuan militer formal dan
mengubah namanya menjadi Pasukan Untung Suropati 18.
Kini makam Yoshizumi pun bisa di lihat di taman
makam pahlawan yang terletak di Blitar, Jawa Timur. Tidak jauh dari makam bapak
proklamator Indonesia, Bung Karno.
Sumber :
-Jejak Intel Jepang, Kisah pembelotan Tomegoro
Yoshizumi.
http://historia.id/persona/tomegoro-yoshizumi-intel-negeri-sakura
http://www.inddit.com/f-e95gv3/tomegoro-yoshizumi-intel-jepang-pembela-indonesia
Comments
Post a Comment