Desentralisasi adalah penyerahan kewenangan dari pemerintah pusat kepada pemerintah daerah untuk mengurusi urusan rumah tangganya sendiri berdasarkan prakarsa dan aspirasi dari rakyatnya dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia. Dengan adanya desentralisasi maka muncullah otonomi bagi suatu pemerintahan daerah.
Desentralisasi sebenarnya adalah istilah
dalam keorganisasian yang secara sederhana di definisikan sebagai penyerahan
kewenangan. Dalam kaitannya dengan sistem pemerintahan Indonesia,
desentralisasi akhir-akhir ini seringkali dikaitkan dengan sistem pemerintahan
karena dengan adanya desentralisasi sekarang menyebabkan perubahan paradigma
pemerintahan di Indonesia. Seperti yang telah dijelaskan di atas, bahwa
desentralisasi berhubungan dengan otonomi daerah. Sebab, otonomi daerah
merupakan kewenangan suatu daerah untuk menyusun, mengatur, dan mengurus
daerahnya sendiri tanpa ada campur tangan serta bantuan dari pemerintah pusat.
Jadi dengan adanya desentralisasi, maka akan berdampak positif pada pembangunan
daerah-daerah yang tertinggal dalam suatu negara. Agar daerah tersebut dapat
mandiri dan secara otomatis dapat memajukan pembangunan nasional.
Desentralisasi sudah di tetapkan di Indonesia
sejak zaman Kolonial. Hindia Belanda pertama kali yang membawa konsep
desentralisasi-sentralisasi di Indonesia. Tahun 1822 dapat dicatat sebagai
tahun bermulanya konsep ini, sebagaimana telah dikeluarkannya Regelement op het
Beleid der Regering van Nederlandsch Indie. Peraturan ini menegaskan bahwa di
Hindia Belanda tidak dikenal adanya desentralisasi karena sistem yang digunakan
adalah sentralisasi. Namun disamping sentralisasi, di kenal juga dekonsentrasi
yaitu dikenal adanya wilayah-wilayah administrasi yang diatur secara hierarkis
mulai Gewest (residentie), Afdeling, District, dan Onderdistrict.
Sesuai dengan perubahan politik di negeri
Belanda, sistem ini mengalami revisi. Pada tahun 1903 pemerintah Belanda
melalui staatsblaad 1903 No. 326 mengundangkan Decentralisatie Wet yang memuat
ketentuan yang berasal dari Regering Reglement tahun 1854. Dengan adanya
peraturan ini dimungkinkan adanya daerah otonom (gewest) yang memiliki
kewenangan mengurus keuangan sendiri. Ketentuan ini kemudian dipertegas lagi
melalui Decentralisatie Besluit dan Locale Redenor-denantie yang dikeluarkan
tahun 1905.
Hingga kemudian Jepang masuk pada tahun 1945, konsep yang sudah dibentuk
oleh pemerintah Hindia Belanda ini tidak dipakai lagi. Pemerintah Jepang
menerapkan sistem sentralisasi penuh dengan kekuasaan militer sebagai
sentralnya.
Di
era kemerdekaan, Pasal 18 UUD 1945 (redaksi lama) beserta penjelasannya
menyatakan bahwa daerah Indonesia terbagi dalam daerah yang bersifat otonom
atau bersifat daerah administrasi. UUD 1945 yang disahkan Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI) pada tanggal 18 Agustus 1945, Pasal 18 yang
bertajuk Pemerintahan Daerah itu selengkapnya berbunyi :
“Pembagian daerah Indonesia atas daerah besar
dan kecil, dengan bentuk susunan pemerintahannya ditetapkan dengan
undang-undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam
sistem pemerintahan negara, dan hak asal-usul dalam daerah-daerah yang sifatnya
istimewa”.
Dalam era Orde Baru telah terjadi proses
negaraisasi (state formation) secara luar biasa yang berusaha mengurangi
eksistensi politik lokal yang telah lama berakar di masyarakat. Hal ini menjadi
semakin efektif melalui keterlibatan militer dalam day-to-day politics yang
secara intens menumbuhkan suasana ketakutan (baik represi ideologis maupun
fisik) di kalangan komunitas politik yang berusaha menolak dominasi pusat.
Administrasi negara juga terlalu banyak merambah di dalam kehidupan privat,
seperti pengurusan Kartu Tanda Penduduk, Surat Kelakuan Baik, Keterangan Bersih
Lingkungan, dan lain-lain yang menciptakan ketergantungan individu kepada
negara. Mekanisme kontrol politik secara nasional tersebut bahu-membahu dengan
sentralisasi pengelolaan sumber daya ekonomi secara nasional yang sangat bias
pusat (Jakarta, dan kemudian Jawa)
Namun, cara kerja politik yang sentralistis
dan monolitis ini hanya mampu memperbaiki keadaan sesaat dan bersifat semu
belaka. Sinyal-sinyal kegagalan pengaturan politik lokal Orde baru semakin
mencolok ke permukaan tatkala beberapa masyarakat daerah, terutama Irian Jaya
dan Aceh, menuntut perubahan mendasar dalam pengaturan politik lokal dan dalam
hubungan pusat-daerah di tahun 1997an. Bahkan, salah satu bentuk tuntutan itu
adalah tuntutan separatis untuk membentuk negara sendiri.
Rontoknya nilai-nilai otokrasi Orde Baru telah melahirkan
suatu visi yang baru mengenai kehidupan masyrakat yang lebih sejahtera ialah
pengakuan terhadap hak-hak asasi manusia, hak politik, dan hak asasi masyarakat
(civil rights). Kita ingin membangun suatu masyarakat baru yaitu masyarakat
demokrasi yang mengakui akan kebebasan individu yang bertanggungjawab. Pada
masa orde baru hak-hak tersebut dirampas oleh pemerintah. Keadaan ini telah
melahirkan suatu pemerintah yang tersebut dan otoriter sehingga tidak mengakui
akan hak-hak daerah. Kekayaan nasional, kekayaan daerah telah dieksploitasi
untuk kepentingan segelintir elite politik. Kejadian yang terjadi berpuluh
tahun telah melahirkan suatu rasa curiga dan sikap tidak percaya kepada
pemerintah. Lahirlah gerakan separtisme yang ingin memisahkan diri dari Negara
Kesatuan Republik Indonesia. Oleh karena itu, desentralisasi atau otonomi
daerah merupakan salah satu tuntutan era reformasi.
Adapun mengenai tujuan dari desentralisasi yang
berdasarkan kepada landasan filosofis bagi penyelenggaraan pemerintah daerah
sebagaimana yang dimaksud oleh The Liang Gie
(Jose Riwu Kaho, 2001 Hal 8 )
adalah
·
Segi politik,
desentralisasi dimaksudkan untuk mengikutsertakan warga dalam
proses kebijakan, baik untuk kepentingan daerah sendiri maupun untuk mendukung
politik dan kebijakan nasional melalui pembangunan proses demokrasi di lapisan
bawah.
·
Segi manajemen
pemerintahan,
desentralisasi dapat meningkatkan efektivitas, efisiensi,
dan akuntabilitas publik terutama dalam penyediaan pelayanan publik.
·
Segi kultural,
desentralisasi untuk memperhatikan kekhususan,
keistimewaan suatu daerah, seperti geografis, kondisi penduduk, perekonomian,
kebudayaan, atau latar belakang sejarahnya.
·
Segi kepentingan
pemerintah pusat,
desentralisasi dapat mengatasi kelemahan pemerintah pusat
dalam mengawasi program-programnya.
·
Segi percepatan
pembangunan,
desentralisasi dapat meningkatkan persaingan positif
antar daerah dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat sehingga mendorong
pemerintah daerah untuk melakukan inovasi dalam rangka meningkatkan kualitas
pelayanan kepada masyarakat.
Kesimpulan
Kelebihan sistem desentralisasi ini adalah sebagian
keputusan dan kebijakan yang ada di daerah dapat diputuskan di daerah tanpa campur
tangan pemerintah pusat. Namun kekurangan dari sistem ini adalah pada daerah
khusus, euforia yang berlebihan dimana wewenang itu hanya menguntungkan pihak
tertentu atau golongan serta dipergunakan untuk mengeruk keuntungan para oknum
atau pribadi. Hal ini terjadi karena sulit dikontrol oleh pemerinah pusat dan
dapat menimbulkan praktik KKN di berbagai daerah.
Sumber :
https://assyariabdullah.wordpress.com/tag/sistem-desentralisasi/
https://id.wikipedia.org/wiki/Desentralisasi
http://santiamanah.blogspot.co.id/2016/06/alasan-diterapkanya-desentralisasi.html
Comments
Post a Comment