Rokok adalah salah satu benda
yang saat ini sudah menjadi hal yang lumrah di temui di sekitar ketika, perokok
di Indonesia bahkan termasuk 4 besar terbanyak di bandingkan negara-negara lain
di dunia, terlepas dari berbahayanya merokok untuk kesehatan. Tapi tahukah kalian
kalau rokok membawa kesejahteraan bagi para pekerja dan petani, selain itu juga
memberikan cukai yang cukup besar bagi pemerintah Indonesia? Lantas lebih baik
mana? Rokok di hilangkan demi kesehatan masyarakat atau Rokok di legalkan agar
Negara mendapatkan pemasukan dari pajaknya? Silahkan di simak ya…
Kesehatan
Dari segi kesehatan pasti kalian
udah pada tau dong bahayanya biasanya kan banyak tuh di bungkus rokok atau
iklan rokok, salah satu bahaya rokok karena rokok mengandung 7.000 zat kimia
dan 200 diantaranya bersifat karsinogenik. Racun rokok terbesar dihasilkan oleh
asap yang mengepul dari ujung rokok yang sedang tak dihisap. Sebab asap yang
dihasilkan berasal dari pembakaran tembakau yang tidak sempurna. Maka dari itu
perokok pasif lebih berbahaya daripada perokok aktif. Konsentrasi zat berbahaya
di dalam tubuh perokok pasif lebih besar karena racun yang terhisap melalui
asap rokok perokok aktif tidak terfilter.
Sedangkan racun rokok dalam tubuh perokok aktif terfilter melalui ujung rokok
yang dihisap.
Menurut
laporan WHO satu nyawa melayang setiap enam detik akibat efek dari merokok.
Jumlah tersebut lebih tinggi ketimbang angka kematian yang diakibatkan oleh
HIV/Aids, Malaria atau TBC sekaligus.
Di
Indonesia sendiri penyakit-penyakit yang disebabkan akibat rokok telah banyak
merugikan masyarakat, Lebih dari 40,3 juta anak Indonesia berusia 0-14
tahun menjadi perokok pasif karena tinggal dengan perokok dan terpapar asap
rokok, gelontoran uang dari pemerintah lebih
dari Rp. 11 triliun untuk biaya kesehatan masyarakat yang diakibatkan oleh
dampak rokokpun merupakan nilai yang cukup tinggi.
Maka
dari itu untuk menekan jumlah perokok di Indonesia, pemerintah sendiri sudah membuat
beberapa peraturan pemerintah salah satunya no 19 tahun 2014 yang menjadi
turunan dari UU Kesehatan No36 Tahun 2009. Salah satu poinnya yakni
mengharuskan Industri rokok menyantumkan peringatan
dalam bentuk gambar sebesar 40%, walaupun hal ini sebenarnya sudah terlambat di
bandingkan Negara-negara lain. Setidaknya peringatan dalam bentuk gambar akan
sedikit menurunkan tingkat perokok yang ada di Indonesia.
Ekonomi
Nah tadi kan udah bahas tentang
kesehatan, kali ini akan bahas dampak ekonomi dari rokok nih guys. Dari sisi
positifnya Rokok memberikan pendapatan kas Negara yang tinggi, bahkan pada
tahun 2015 saja penerimaan Negara sebesar Rp. 150 triliun dari cukai rokok.
Selain itu Indonesia menjadi Negara pengekspor rokok terbesar di dunia dengan
nilai US$624,6 juta dari 180,5 miliar batang rokok (The
Washington Post 29 Oktober 2013).
Dilihat dari tingginya produksi
rokok di Indonesia, otomatis petani tembakau dan cengkeh (sebagai bahan utama
rokok) mendapat banyak penghasilan,
harga tembakau dan cengkehpun dinilai ‘menggiurkan’ di bandingkan
komoditas sayuran dan buah buahan. Maka dari itu petani lebih tertarik menanam
tembakau dan cengkeh di bandingkan komoditas lainnya yang akan menurunkan
penghasilan mereka.
Selain itu penggerak ekonomi dari
pabrik rokok adalah tingginya penyerapan tenaga kerja. Indonesia terkenal
dengan rokok kretek yang pembuatannya dengan cara dilinting yang otomatis
menyerap tenaga kerja yang banyak, tahun 2015 saja industri rokok melibatkan
6,1 juta orang tenaga kerja (kemenperin).
Industri rokok pun memiliki
tanggung jawab social yakni CSR (Corporate Social Responsibility) salah satu
yang terkenal adalah beasiswa di bidang pendidikan dan olahraga badminton oleh
salah satu raksasa industri rokok di indonesia.
Namun sayangnya di balik keuntungan
ekonomi yang cukup besar, konsumen rokok sendiri di Indonesia sebagian besar
adalah masyarakat kelas menengah kebawah, bahkan rokok sendiri masuk sebagai
kebutuhan pokok masyarakat setara dengan lauk pauk lainnya. Hal inilah yang
seharusnya di rubah dari pola pikir masyarakat Indonesia, di balik cukai dan
penyerapan tenaga kerja yang cukup banyak namun konsumsi rokok juga harus di
tekan terutama di masyarakat kelas menengah kebawah.
Maka dari itu pemerintah selalu
menaikan harga cukai tiap tahunnya, walau memberatkan industri dan para petani
karena tingkat penjualan pasti akan menurun tetapi hal ini cukup efektif untuk
menurunkan jumlah perokok di Indonesia.
Jadi di lihat dari buruknya rokok
terhadap kesehatan namun di satu sisi juga industri rokok ini telah menyerap
tenaga kerja yang tinggi dan penyumbang devisa yang tinggi juga untuk Negara
telah membuat negara sedikit “dilema” terhadap kebijakan yang akan di ambil,
terkait harus membatasi konsumsi rokok di Indonesia namun devisa dan tenaga
kerja di industri rokok pasti akan berkurang atau tidak membatasi konsumsi
rokok dengan tingkat kesehatan masyarakatnya di pertaruhkan.
Lantas menurut kalian lebih baik yang mana?
http://finance.detik.com/read/2015/03/27/220824/2872087/1036/menperin-industri-rokok-libatkan-tenaga-kerja-61-juta-orang
https://dikoandrividian.wordpress.com/2014/12/09/rokok-ditinjau-dari-segi-ekonomi/
http://www.cnnindonesia.com/nasional/20160528145915-20-134035/dilema-rokok-antara-kesehatan-dan-pusaran-duit-triliunan/
https://indonesiana.tempo.co/read/51291/2015/10/13/kadirsst/konsumsi-rokok-penduduk-indonesia-yang-mengkhawatirkan
Eue
ReplyDelete